BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu logika pada awalnya senantiasa berkembang dengan melalui arti,
lalu secara aksidents berkembang menjadi kata, sehingga yang menjadi sasaran
utama adalah arti dari qodhiyah- qodhiyah yang tersusun dari kata-kata. Qodhiyah atau khobar itu selalu dikaitkan
dengan adanya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
Para ahli logikaberpendapat bahwa qodhiyah tersebut yerbagi menjadi
dua yaitu qodhiyah hamliyah dan qodhiyah syartiyyah. Qodhiyah hamliyah dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kalimat. Sedangkan qodhiyah syartiyyah
dikenal dengan istilah kalimat pengandaian.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari qodhiyah syartiyyah?
2.
Bagaimana klasifikasi dari qodhiyah syartiyyah?
3.
Apa unsur-unsur yang terkandung dari qodhiyah syartiyyah?
4.
Bagaimana klasifikasi dari qodhiyah syartiyyah muttashilah?
5.
Bagaimana klasifikasi dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah
syartiyyah muttashilah?
1.3
Tujuan Makalah
Dalam pembuatan makalah ini, kami selaku pemakalah bertujuan
untuk membantu para pembaca agar dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian, klasifikasi, unsur-unsur
dalam qodhiyah syartiyyah, klasifikasi qodhiyah syartiyyah muttashilah dan klasifikasi
dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah syartiyyah muttashilah.
1.4 Manfaat Makalah
Dalam
pembuatan makalah ini, semoga kita dapat mengambil banyak manfaat diantaranya
kita dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian, klasifikasi, unsur-unsur dalam qodhiyah syartiyyah, klasifikasi
qodhiyah syartiyyah muttashilah dan klasifikasi dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah
syartiyyah muttashilah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 القضية الشرطية (Proposisi hipotesis / kondisional)
Qodhiyah syartiyah adalah dua qodhiyah (khobar) yang dirangkai
dengan menggunakan seperangkat syarat.atau preposisi yang hubungan antara subjek dan
prediketnya terkait dengan suatu syarat. Adapun syaratnya seperti: jika , kalau, adakalanya dan sebagainya.[1]
Contoh :
a.
qodhiyah 1, yaitu: daging direbus
qodhiyah 2, yaitu: daging menjadi
rapuh
kemudian dua qodhiyah ini bisa
digabungkan dengan menggunakan seperangkat
“jika atau kalau”, menjadi:
Ø
jika daging itu direbus, maka daging menjadi rapuh.
b.
Qodhiyah 1, yaitu: Muhammad didalam kelas
Qodhiyah 2, yaitu: Muhammad diluar kelas
Dua qodhiyah ini bisa digabungkan denga menggunakan seperangkat
syarat” adakalanya” , menjadi:
Ø
Adakalanya Muhammad didalam kelas, dan adakalanya Muhammad diluar
kelas.
2.2 Klasifikasi القضية الشرطية
Dari
penjelasan tentang arti qodhiyah dan contoh aplikasinya, maka qodhiyah
syartiyah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a.) القضية الشرطية المتصلة (Qodhiyah syartiyah muttashilah) adalah proposisi kondisional yang hubungan antara subjek dan predikatnya merupakan hubungan yang tetap. Atau qodhiyah yang mengharuskan adanya saling tetap menetapkan antara juznya.[2] Contoh:
a.) القضية الشرطية المتصلة (Qodhiyah syartiyah muttashilah) adalah proposisi kondisional yang hubungan antara subjek dan predikatnya merupakan hubungan yang tetap. Atau qodhiyah yang mengharuskan adanya saling tetap menetapkan antara juznya.[2] Contoh:
Ø Jika aku
mempunyai uang, maka aku jadi pergi ke Surabaya.
Jadi, pergi atau tidak jadi pergi tergantung pada punya
uang atau tidak. Kalau punya uang jadi pergi, kalau tidak punya uang tidak jadi
pergi.
Yang
dimaksud dengan istilah القضية الشرطية المنفصلة (Qodhiyah syartiyah munfashilah) adalah
dua qodhiyah yang keadaan penghubung diantara keduanya memiliki pengertian
bahwa diantara keduanya ada jenis ketidak cocokan, artinya jika bagian yang
satu terpenuhi, maka bagian yang lain tidak akan ada, dan begitu juga
sebaliknya.
2.3 Unsur-Unsur dalam Qodhiyah Syartiyah القضية الشرطية
Adapun
unsur-unsur yang harus ada dalam qodhiyah syartiyah muttashilah adalah:
1) Muqoddam مقدم (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
1) Muqoddam مقدم (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
3) Tashohub تصاحب(saling mengisi) atau
talaazum تلا زم(saling mengikat), yaitu
hubungan antara dua qodhiyah yang
disatukan secara otomatis.
Contoh:
-
Jika matahari terbit( muqoddam /kondisi), terjadilah siang (taali/konsekuensi).
-
Jika besi dipanaskan (muqoddam/ kondisi), ia
memuai(taali/ konsekuensi).
-
Manakala aku ada uang (muqoddam/kondisi), aku
jadi pergi ke Surabaya (taali/ konsekuensi).
2.4
Klasifikasi Qodhiyah Syartiyah Muttashilah
Dengan
adanya hubungan antara dua qodhiyah yang disatukan itu ada yang bersifat saling mengisi (tashohub) dan ada yang saling
mengikat (talaazum).
·
Dari sisi adanya hubungan yang saling mengisi (tashohub) antara
taali dan muqoddam, maka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.
Mujabah ( موجبة ) / positif
Yang
dimaksud dengan qodhiyah
syartiyah muttashilah mujabah adalah qodhiyah yang keterkaitan antara taali dan muqoddam itu merupakan
suatu hal yang saling mengikat.
2.
Salibah( سالبة) / negativ
Yang
dimaksud dengan qodhiyah syartiyah muttashilah salibah adalah qodhiyah yang keterkaitan antara taali dan muqoddam
tidak memiliki hubungan yang saling mengikat.
Adapun syartiyah muttashilah mujabah itu
dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Muttashilah mujabah mahshushoh (المتصلة الموجبة المحصوصة )
Adalah adanya keterkaitan dalam suatu keaadan atau waktu
tertentu. Contoh:
-
Dalam kondisi tertentu
Jika pencuri itu datang dengan mengakui
kesalahannya, aku akan memaafkannya.
-
Dalam waktu tertentu
Jika ada tamu datang kerumahku setelah
maghrib, ia akan bertemu denganku.
2. Mutashilah mujabah kulliyah( المتصلة الموجبة الكلية )
Adalah adanya keterkaitan dalam situasi dan kondisi.
Contoh:
Setiap kali mahasiswa rajin belajar, (setiap kali pula)
ia akan berhasil.
3. Muttashilah mujabah juziyyah (
المتصلة الموجبة الجزئية)
Adalah adanya keterkatan dalam beberapa kondisi atau
waktu-waktu yang tidak menentu. Contoh:
Kadang-kadang, jika tamu datang kerumahku setelah
maghrib, ia akan berhasil bertemu aku.
4. Muttashilah mujabah muhmalah( المتصلة الموجبة المهملة )
Adalah adanya keterkaitan tanpa terkait dengan kondisi
dan waktu. Contoh:
Jika mahasiswa menulis sebuah puisi, aku akan mendeklarasikannya.
Sedangkan syartiyyah muttashilah salibah juga
dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Muttashilah salibah mahshushoh( المتصلة السالبة المحصوصة)
Adalah tidak terdapat keterkaitan dalam keaadan dan
waktu-waktu tertentu. Contoh:
-
Dalam kondisi tertentu
Tidak demikian, jika pencuri itu datang dengan
mengakui kesalahannya, aku akan menghukumnya.
-
Dalam waktu tertentu
Tidak demikian, jika tamu datang kerumahku
setelah maghrib aku akan menolaknya.
2. Muttashilah salibah kulliyah( المتصلة السالبة الكلية )
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan dalam segala
kondisi dan situasi. Contoh:
Tidak sama sekali, jika rakyat terpecah belah,
pembangunan negara akan berhasil.
3. Muttashilah salibah juziyyah( المتصلة السالبة الجزئية)
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan dalam beberapa
kondisi atau waktu-waktu yang tidak tertentu. Contoh:
Tidaklah setiap kali mahasiswa datang kerumahku, ia
berhasil menemui aku.
4. Muttashilah salibah muhmalahالمتصلة السالبة المهملة ))
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan, tanpa terkait
dengan kondisi dan waktu. Contoh:
Tidaklah demikian jika mahasiswi menghormati aku, lantas
aku menghinanya.
·
Dari adanya hubungan yang saling mengikat (talaazum)
antara muqoddam (kondisi/ anteseden) dan taali (konsekuensi), dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.
Iltizamiyyah (التزامية)
Yaitu
qodhiyah syartiyah muttashilah yang hubungan diantara muqoddimah dan taalinya
ditemukan adanya keterkaitan yang saling mengikat (talaazum).
Sedang
untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan yang saling mengikat ini, dapat
dilihat didalam tiga bentuk sebagai berikut:
a.)
Muqoddam menjadi sebab rasional (sebab aqliyah) bagi terwujudnya
taali.
Contoh:
-
Jika alam dunia ini baru, pasti ada yang
menjadikannya
- Jika kursi itu
telah bergeser, pasti ada yang menggeserkannya.
b.)
Muqoddam menjadi sebab syar’iy (sebab syar’iyyah) bagi terwujud dan
terjadinya taali.
Contoh:
- Jika matahari sudah terbenam, status hokum
sholat maghrib menjadi wajib
- Jika anak-anak
sudah mencapai umur dewasa, mereka wajib menjalankan semua bentuk perintah
keagamaan.
c.)
Muqoddam menjadi sebab kebiasaan bagi terwujud atau adanya taali.
Contoh:
-
Jika pengairan lancar, tanaman-tanaman padi
akan hidup subur
- Jika kamu
makan, kamu akan kenyang.
2.
Ittifaqiyyah ( اتفاقية
)
Yaitu
qodhiyah syartiyyah muttashilah yang hubungan diantara muqoddimah dan taalinya
tidak ditemukan adanya keterikatan yang saling mengikat (talazum), tetap dan
berjangka waktu, tetapi hanya sewaktu-waktu, kebetulan atau kadang-kadang.
Contoh :
- Setiap kali ibu
arifah pergi ke pasar, khodijah anaknya menemaninya.
Penjelasan:
Kata “setiap kali” menunjukan terhadap adanya
keadaan yang sering sekali ibu arifah pergi kepasar ditemani khodijah anaknya,
sehingga ada orang yang langsung mengatakanya dengan langsung menggunakan
kalimat “setiap kali”.
2.5 Klasifikasi Sur
atau Mushawaroh dalam Qodhiyah Syartiyah
Lafad-lafad sur (mushawaroh) juziyyah dan
kulliyah yang terdapat dalam qodhiyah syartiyyah itu ada empat, adalah :
1. Muttashilah mushawaroh kulliyah mujabah ( متصلة مسورة كلية موجبة )
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali terdapat
didalam segala kondisi dan waktu. Adapun
lafad-lafad sur yang digunakan banyak sekali, diantaranya adalah: setiap kali,
kapan pun, betapa pun, dan lain-lain. Contoh:
-
Setiap kali rakyat bersatu padu, pembangunan bangsa akan
berhasil.
Jadi, antara rakyat bersatu padu (muqoddam) dan
keberhasilan pembangunan bangsa (taali) masih dalam satu kondisi dan waktu yang
masih menentu.
2. Muttashilah mushawaroh kulliyah salibahمتصلة مسورة كلية سالبة
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali tidak terjadi
didalam segala kondisi dan waktu. Adpun lafad-lafad sur yang digunakan adalah
“tidak sama sekali”. Contoh :
-
Tidak sama sekali, jika hujan turun, tumbuh-tumbuhan padi
akan mati.
Jadi, antara hujan turun (muqoddam) dan tumbuh-tumbuhan
padi akan mati (taali), keterkaitannya tidak terjadi didalam segala kondisi dan
waktu.
3. Muttashilah mushawaroh juziyyah mujabahمتصلة مسورة جزئية موجبة
Yaitu adanya keterkaitan antara muqoddam dan taali hanya
terjadi dalam kondisi atau waktu yang tidak menentu. Lafad sur yang digunakan
adalah “kadang-kadang”. Contoh:
-
Kadang-kadang, jika seseorang berenang, ia tenggelam.
Jadi, antara seseorang berenang (muqoddam) dan ia
tenggelam (taali) hanya terjadi dalam suatu kondisi yang tidak menentu (jarang
terjadi).
4. Muttashilah mushawaroh juziyyah salibahمتصلة مسورة جزئية سالبة
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali tidak ada dan
tidak terjadi didalam beberapa kondisi dan waktu yang tidak menentu. Adapun lafadz-lafadz
sur yang digunakan adalah: “kadang-kadang tidak”. Contoh:
-
Kadang-kadang tidak, jika mahasiswa rajin belajar, ia
mendapatkan suatu hadiah.
Jadi antara mahasiswa rajin belajar (muqoddam) dan ia
mendapatkan suatu hadiah (taali) keterkaitanya tidak ada dan tidak terjadi
didalam beberapa kondisi dan waktu yang tidak menentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa:
1.
Qodhiyah syartiyah adalah dua qodhiyah (khobar) yang dirangkai
dengan menggunakan seperangkat syarat.atau preposisi yang hubungan antara subjek dan
prediketnya terkait dengan suatu syarat.
2.
Qodhiyah syartiyah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Qodhiyah syartiyah muttashilah
a. Qodhiyah syartiyah muttashilah
b. Qodhiyah syartiyyah
munfashilah
3.
Unsur-unsur yang harus ada dalam qodhiyah syartiyah muttashilah
adalah:
a. Muqoddam (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
a. Muqoddam (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
b. Taali (qodhiyah ke-dua/ konsekuensi)
c. Tashohub (saling
mengisi) atau talaazum (saling mengikat).
4. Klasifikasi Qodhiyah
Syartiyah Muttashilah
Dari
sisi adanya hubungan yang saling mengisi (tashohub) antara taali dan muqoddam
dibagi menjadi:
a.
Mujabah / positif
b.
Salibah/ negativ
Dari adanya hubungan yang saling mengikat
(talaazum) antara muqoddam (kondisi/ anteseden) dan taali (konsekuensi), dibagi menjadi:
a.
Iltizamiyyah
b.
Ittifaqiyyah
5. Klasifikasi Sur
atau Mushawaroh dalam Qodhiyah Syartiyah dibagi menjadi
4, yaitu:
a.
Muttashilah mushawaroh kulliyah mujabah
b.
Muttashilah mushawaroh kulliyah salibah
c.
Muttashilah mushawaroh juziyyah mujabah
d.
Muttashilah mushawaroh juziyyah salibah
Daftar
Pustaka
Rahman
al-Ahdhari, Abdur. 2005. Terjemah Sulamul Munawwaroq. Surabaya :
Al-Hidayah
Ma’shum Zaini
Al- Hasyimi, Muhammad. 2008. Zubdatul Mantiqiyyah (Teori Berfikir Logic). Jombang: Darul
Hikmah
Nur Al-Ibrohim, Muhammad. ____. Ilmu Mantiq. Jakarta : Pustaka Azam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar