Rabu, 16 April 2014

MAKALAH QODHIYAH SYARTIYYAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ilmu logika pada awalnya senantiasa berkembang dengan melalui arti, lalu secara aksidents berkembang menjadi kata, sehingga yang menjadi sasaran utama adalah arti dari qodhiyah- qodhiyah yang tersusun dari kata-kata.  Qodhiyah atau khobar itu selalu dikaitkan dengan adanya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
Para ahli logikaberpendapat bahwa qodhiyah tersebut yerbagi menjadi dua yaitu qodhiyah hamliyah dan qodhiyah syartiyyah. Qodhiyah hamliyah dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kalimat. Sedangkan qodhiyah syartiyyah dikenal dengan istilah kalimat pengandaian.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari qodhiyah syartiyyah?
2.      Bagaimana klasifikasi dari qodhiyah syartiyyah?
3.      Apa unsur-unsur yang terkandung dari qodhiyah syartiyyah?
4.      Bagaimana klasifikasi dari qodhiyah syartiyyah muttashilah?
5.      Bagaimana klasifikasi dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah syartiyyah muttashilah?
1.3  Tujuan Makalah
Dalam pembuatan makalah ini, kami selaku pemakalah bertujuan untuk membantu para pembaca agar dapat mengetahui dan memahami tentang  pengertian, klasifikasi, unsur-unsur dalam qodhiyah syartiyyah, klasifikasi qodhiyah syartiyyah muttashilah dan klasifikasi dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah syartiyyah muttashilah.
1.4   Manfaat Makalah
            Dalam pembuatan makalah ini, semoga kita dapat mengambil banyak manfaat diantaranya kita dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian, klasifikasi, unsur-unsur dalam qodhiyah syartiyyah, klasifikasi qodhiyah syartiyyah muttashilah dan klasifikasi dari sur atau mushawaroh dalam qodhiyah syartiyyah muttashilah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 القضية الشرطية (Proposisi hipotesis / kondisional)
            Qodhiyah syartiyah adalah dua qodhiyah (khobar) yang dirangkai dengan menggunakan seperangkat syarat.atau preposisi yang hubungan antara subjek dan prediketnya terkait dengan suatu syarat. Adapun syaratnya seperti: jika , kalau, adakalanya dan sebagainya.[1] Contoh :
a.       qodhiyah 1, yaitu: daging direbus
qodhiyah 2, yaitu: daging menjadi rapuh
kemudian dua qodhiyah ini bisa digabungkan dengan menggunakan seperangkat  “jika atau kalau”, menjadi:
Ø   jika daging itu direbus, maka daging menjadi rapuh.
b.      Qodhiyah 1, yaitu: Muhammad didalam kelas
Qodhiyah 2, yaitu: Muhammad diluar kelas
Dua qodhiyah ini bisa digabungkan denga menggunakan seperangkat syarat” adakalanya” , menjadi:
Ø   Adakalanya Muhammad didalam kelas, dan adakalanya Muhammad diluar kelas.
2.2 Klasifikasi  القضية الشرطية
            Dari penjelasan tentang arti qodhiyah dan contoh aplikasinya, maka qodhiyah syartiyah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a.) 
القضية الشرطية المتصلة   (Qodhiyah syartiyah muttashilah) adalah proposisi kondisional yang hubungan antara subjek dan predikatnya merupakan hubungan yang tetap. Atau qodhiyah yang mengharuskan adanya saling tetap menetapkan antara juznya.[2] Contoh:
Ø  Jika aku mempunyai uang, maka aku jadi pergi ke Surabaya.
Jadi, pergi atau tidak jadi pergi tergantung pada punya uang atau tidak. Kalau punya uang jadi pergi, kalau tidak punya uang tidak jadi pergi.
b.)   القضية الشرطية المنفصلة  (Qodhiyah syartiyah munfashilah).[3]
       Yang dimaksud dengan istilah القضية الشرطية المنفصلة  (Qodhiyah syartiyah munfashilah) adalah dua qodhiyah yang keadaan penghubung diantara keduanya memiliki pengertian bahwa diantara keduanya ada jenis ketidak cocokan, artinya jika bagian yang satu terpenuhi, maka bagian yang lain tidak akan ada, dan begitu juga sebaliknya.
2.3 Unsur-Unsur dalam Qodhiyah Syartiyah القضية الشرطية
            Adapun unsur-unsur yang harus ada dalam qodhiyah syartiyah muttashilah adalah:
1)  Muqoddam
مقدم  (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
    2)  Taali   تا لي(qodhiyah ke-dua/ konsekuensi)[4]  
    3) Tashohub  تصاحب(saling mengisi) atau talaazum تلا زم(saling mengikat), yaitu hubungan  antara dua qodhiyah yang disatukan secara otomatis.
Contoh:
-          Jika matahari terbit( muqoddam /kondisi),  terjadilah siang   (taali/konsekuensi).
-          Jika besi dipanaskan (muqoddam/ kondisi), ia memuai(taali/ konsekuensi).
-          Manakala aku ada uang (muqoddam/kondisi), aku jadi pergi ke Surabaya (taali/ konsekuensi).


2.4 Klasifikasi Qodhiyah Syartiyah Muttashilah
            Dengan adanya hubungan antara dua qodhiyah yang disatukan itu ada yang bersifat  saling mengisi (tashohub) dan ada yang saling mengikat (talaazum).
·        Dari sisi adanya hubungan yang saling mengisi (tashohub) antara taali dan muqoddam, maka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.      Mujabah ( موجبة ) / positif
Yang dimaksud dengan qodhiyah syartiyah muttashilah mujabah adalah qodhiyah yang keterkaitan antara taali dan muqoddam itu merupakan suatu hal yang saling mengikat.
2.      Salibah( سالبة) / negativ
Yang dimaksud dengan qodhiyah syartiyah muttashilah salibah adalah qodhiyah yang keterkaitan antara taali dan muqoddam tidak memiliki hubungan yang saling mengikat.
Adapun syartiyah muttashilah mujabah itu dibagi menjadi empat, yaitu:
1.      Muttashilah mujabah mahshushoh (المتصلة الموجبة المحصوصة )
Adalah adanya keterkaitan dalam suatu keaadan atau waktu tertentu. Contoh:
-          Dalam kondisi tertentu
Jika pencuri itu datang dengan mengakui kesalahannya, aku akan memaafkannya.
-          Dalam waktu tertentu
Jika ada tamu datang kerumahku setelah maghrib, ia akan bertemu denganku.
2.      Mutashilah mujabah kulliyah( المتصلة الموجبة الكلية )
Adalah adanya keterkaitan dalam situasi dan kondisi. Contoh:
Setiap kali mahasiswa rajin belajar, (setiap kali pula) ia akan berhasil.
3.      Muttashilah mujabah juziyyah (  المتصلة الموجبة الجزئية)
Adalah adanya keterkatan dalam beberapa kondisi atau waktu-waktu yang tidak menentu. Contoh:
Kadang-kadang, jika tamu datang kerumahku setelah maghrib, ia akan berhasil bertemu aku.
4.      Muttashilah mujabah muhmalah( المتصلة الموجبة المهملة )
Adalah adanya keterkaitan tanpa terkait dengan kondisi dan waktu. Contoh:
Jika mahasiswa menulis sebuah puisi, aku akan mendeklarasikannya.
Sedangkan syartiyyah muttashilah salibah juga dibagi menjadi empat, yaitu:
1.      Muttashilah salibah mahshushoh( المتصلة السالبة المحصوصة)
Adalah tidak terdapat keterkaitan dalam keaadan dan waktu-waktu tertentu. Contoh:
-          Dalam kondisi tertentu
Tidak demikian, jika pencuri itu datang dengan mengakui kesalahannya, aku akan menghukumnya.
-          Dalam waktu tertentu
Tidak demikian, jika tamu datang kerumahku setelah maghrib aku akan menolaknya.
2.      Muttashilah salibah kulliyah( المتصلة السالبة الكلية )
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan dalam segala kondisi dan situasi. Contoh:
Tidak sama sekali, jika rakyat terpecah belah, pembangunan negara akan berhasil.
3.      Muttashilah salibah juziyyah( المتصلة السالبة الجزئية)
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan dalam beberapa kondisi atau waktu-waktu yang tidak tertentu. Contoh:
Tidaklah setiap kali mahasiswa datang kerumahku, ia berhasil menemui aku.
4.      Muttashilah salibah muhmalahالمتصلة السالبة المهملة ))
Adalah tidak ditemukan adanya keterkaitan, tanpa terkait dengan kondisi dan waktu. Contoh:
Tidaklah demikian jika mahasiswi menghormati aku, lantas aku menghinanya.

·         Dari adanya hubungan yang saling mengikat (talaazum) antara muqoddam (kondisi/ anteseden) dan taali (konsekuensi), dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1.     Iltizamiyyah (التزامية)
Yaitu qodhiyah syartiyah muttashilah yang hubungan diantara muqoddimah dan taalinya ditemukan adanya keterkaitan yang saling mengikat (talaazum).
Sedang untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan yang saling mengikat ini, dapat dilihat didalam tiga bentuk sebagai berikut:
a.)    Muqoddam menjadi sebab rasional (sebab aqliyah) bagi terwujudnya taali.
Contoh:
-  Jika alam dunia ini baru, pasti ada yang menjadikannya
-  Jika kursi itu telah bergeser, pasti ada yang menggeserkannya.
b.)    Muqoddam menjadi sebab syar’iy (sebab syar’iyyah) bagi terwujud dan terjadinya taali.
Contoh:
-   Jika matahari sudah terbenam, status hokum sholat maghrib menjadi wajib
-  Jika anak-anak sudah mencapai umur dewasa, mereka wajib menjalankan semua bentuk perintah keagamaan.
c.)    Muqoddam menjadi sebab kebiasaan bagi terwujud atau adanya taali.
Contoh:
-  Jika pengairan lancar, tanaman-tanaman padi akan hidup subur
-  Jika kamu makan, kamu akan kenyang.
2.      Ittifaqiyyah ( اتفاقية  )
Yaitu qodhiyah syartiyyah muttashilah yang hubungan diantara muqoddimah dan taalinya tidak ditemukan adanya keterikatan yang saling mengikat (talazum), tetap dan berjangka waktu, tetapi hanya sewaktu-waktu, kebetulan atau kadang-kadang.
 Contoh :
-  Setiap kali ibu arifah pergi ke pasar, khodijah anaknya menemaninya.
Penjelasan:
Kata “setiap kali” menunjukan terhadap adanya keadaan yang sering sekali ibu arifah pergi kepasar ditemani khodijah anaknya, sehingga ada orang yang langsung mengatakanya dengan langsung menggunakan kalimat “setiap kali”.
2.5    Klasifikasi Sur atau Mushawaroh dalam Qodhiyah Syartiyah
Lafad-lafad sur (mushawaroh) juziyyah dan kulliyah yang terdapat dalam qodhiyah syartiyyah itu ada empat, adalah :
1.      Muttashilah mushawaroh kulliyah mujabah ( متصلة مسورة كلية موجبة   )
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali terdapat didalam segala  kondisi dan waktu. Adapun lafad-lafad sur yang digunakan banyak sekali, diantaranya adalah: setiap kali, kapan pun, betapa pun, dan lain-lain. Contoh:
-       Setiap kali rakyat bersatu padu, pembangunan bangsa akan berhasil.
Jadi, antara rakyat bersatu padu (muqoddam) dan keberhasilan pembangunan bangsa (taali) masih dalam satu kondisi dan waktu yang masih menentu.
2.      Muttashilah mushawaroh kulliyah salibahمتصلة مسورة كلية  سالبة 
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali tidak terjadi didalam segala kondisi dan waktu. Adpun lafad-lafad sur yang digunakan adalah “tidak sama sekali”. Contoh :
-          Tidak sama sekali, jika hujan turun, tumbuh-tumbuhan padi akan mati.
Jadi, antara hujan turun (muqoddam) dan tumbuh-tumbuhan padi akan mati (taali), keterkaitannya tidak terjadi didalam segala kondisi dan waktu.
3.      Muttashilah mushawaroh juziyyah mujabahمتصلة مسورة جزئية موجبة 
Yaitu adanya keterkaitan antara muqoddam dan taali hanya terjadi dalam kondisi atau waktu yang tidak menentu. Lafad sur yang digunakan adalah “kadang-kadang”. Contoh:
-          Kadang-kadang, jika seseorang berenang, ia tenggelam.
Jadi, antara seseorang berenang (muqoddam) dan ia tenggelam (taali) hanya terjadi dalam suatu kondisi yang tidak menentu (jarang terjadi).
4.      Muttashilah mushawaroh juziyyah salibahمتصلة مسورة جزئية سالبة 
Yaitu keterkaitan antara muqoddam dan taali tidak ada dan tidak terjadi didalam beberapa kondisi dan waktu yang tidak menentu. Adapun lafadz-lafadz sur yang digunakan adalah: “kadang-kadang tidak”. Contoh:
-          Kadang-kadang tidak, jika mahasiswa rajin belajar, ia mendapatkan suatu hadiah.
Jadi antara mahasiswa rajin belajar (muqoddam) dan ia mendapatkan suatu hadiah (taali) keterkaitanya tidak ada dan tidak terjadi didalam beberapa kondisi dan waktu yang tidak menentu.






BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Dari paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa:
1.      Qodhiyah syartiyah adalah dua qodhiyah (khobar) yang dirangkai dengan menggunakan seperangkat syarat.atau preposisi yang hubungan antara subjek dan prediketnya terkait dengan suatu syarat.
2.      Qodhiyah syartiyah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a.
Qodhiyah syartiyah muttashilah
b.  Qodhiyah syartiyyah munfashilah
3.      Unsur-unsur yang harus ada dalam qodhiyah syartiyah muttashilah adalah:
a.  Muqoddam  (qodhiyah pertama/ kondisi/ anteseden)
b.  Taali   (qodhiyah ke-dua/ konsekuensi) 
c. Tashohub  (saling mengisi) atau talaazum (saling mengikat).
4.    Klasifikasi Qodhiyah Syartiyah Muttashilah
            Dari sisi adanya hubungan yang saling mengisi (tashohub) antara taali dan muqoddam dibagi menjadi:
a.    Mujabah / positif
b.    Salibah/ negativ
Dari adanya hubungan yang saling mengikat (talaazum) antara muqoddam (kondisi/ anteseden) dan taali (konsekuensi), dibagi menjadi:
a.       Iltizamiyyah 
b.      Ittifaqiyyah
5.    Klasifikasi Sur atau Mushawaroh dalam Qodhiyah Syartiyah dibagi menjadi 4, yaitu:
a.         Muttashilah mushawaroh kulliyah mujabah
b.         Muttashilah mushawaroh kulliyah salibah
c.         Muttashilah mushawaroh juziyyah mujabah
d.         Muttashilah mushawaroh juziyyah salibah
Daftar Pustaka

Rahman al-Ahdhari, Abdur. 2005. Terjemah Sulamul Munawwaroq. Surabaya : Al-Hidayah
Ma’shum Zaini Al- Hasyimi, Muhammad. 2008. Zubdatul Mantiqiyyah (Teori Berfikir Logic). Jombang: Darul Hikmah 
Nur Al-Ibrohim, Muhammad. ____. Ilmu Mantiq. Jakarta : Pustaka Azam




[1] Al-Roziy, tahrir..., atau ibnu sa’id, hasyiyah al-‘athor...,
[2] Al-Shubbaniy, syarkh..., hal:100
[3] Ibid, hal:100
[4] Ibid hal:101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar